jerat pinjaman online
Fintech

Mungkinkah Indonesia Bisa Lepas dari Jerat Pinjaman Online?

Pinjaman online belakangan ini sukses menghiasi tajuk berita di Indonesia. Berbagai kalangan dikabarkan menjadi korban dari pinjaman online, terutama yang menyandang status ilegal. Tak jarang pokok pinjaman yang disepakati hanya mencapai jutaan Rupiah, namun total uang yang harus dikembalikan mencapai puluhan atau bahkan ratusan juta Rupiah. Masyarakat yang awalnya merasa terbantu dengan kehadiran pinjaman online, justru kemudian harus tercekik dengan besarnya dana yang harus dikembalikan. Tak sedikit masyarakat yang bahkan harus terjebak dari satu pinjaman online ke pinjaman online lainnya. Gali lubang tutup lubang pun diandalkan sebagai cara untuk mengatasi kesulitan tersebut. Namun, alih-alih menyelesaikan masalah, justru masalah menjadi semakin besar. Dari sini muncul pertanyaan penting, mungkinkan Indonesia bisa leaps dari jerat pinjaman online?

jerat pinjaman online

Latar Belakang Jerat Pinjaman Online

Ketika berbicara tentang pinjaman daring atau yang kerap disebut sebagai pinjol, ada beberapa hal yang mendorong munculnya masalah ini. Setidaknya, faktor-faktor pendukung tersebut bisa diklasifikasikan menjadi masyarakat, pemerintah, dan lembaga pengawas keuangan baik OJK maupun BI sebagai bank sentral.

  1. Dari pihak masyarakat
    • Literasi keuangan masyarakat sangat rendah sehingga lebih mengandalkan pinjaman daring daripada pinjaman dari lembaga keuangan resmi perbankan
    • Masyarakat mudah tergiur dengan syarat pengajuan pinjaman yang begitu mudah, cukup foto diri dan KTP. Hal ini dilakukan tanpa dengan mempertimbangkan risiko dari pinjaman itu sendiri
    • Masyarakat masih bergantung pada pola konsumtif dan bukan produktif. Tak sedikit kasus pinjol berawal dari niat masyarakat menggunakan pinjaman untuk membeli barang-barang konsumtif. Ada pula yang menggunakan dana pinjol memang untuk kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, atau semacamnya. Namun, sebenarnya hal ini bisa dihindari jika sedari awal, masyarakat memiliki tabungan atau investasi untuk beralih dari pola hidup konsumtif tersebut.
  2. Dari pihak regulator dan bank sentral
    • Dari pihak OJK selaku lembaga regulator layanan keuangan di Indonesia, pengawasan yang diberikan atas pelaku jerat pinjaman online begitu lemah. Meski berulang kali meminta masyarakat untuk awas, namun pada kenyataannya OJK tidak jarang hanya berhenti pada himbauan semata, tanpa berbuat nyata dan tegas untuk menutup semua celah munculnya pinjaman online ilegal tersebut. Bahkan beberapa kalangan beranggapan, sedari awal seharusnya pinjaman online tidak lahir di Indonesia
    • Dari pihak Bank Indonesia selaku bank sentral, kebijakan pemberian kredit ritel kepada masyarakat dianggap masih terlalu berat dan rumit. Hal ini memang di satu sisi bisa dimaklumi. Syarat yang ketat menjadi andalan untuk mencegah tingginya kredit macet. Tingkat kredit macet yang tinggi harus dihindari karena bisa berdampak pada runtuhnya sektor keuangan dan bahkan inflasi besar-besaran seperti yang terjadi pada tahun 1998 silam. Meski demikian, syarat yang demikian ketat juga akhirnya mendorong masyarakat untuk mendapatkan pembiayaaan dari sumber alternatif yang dianggap lebih mudah, cepat, dan terjamin dalam memberikan pinjaman.
  3. Dari pihak pemerintah
    • Pemerintah juga memiliki andil dalam lahirnya masalah jerat pinjaman online ini. Pemerintah di satu sisi dianggap gagal meningkatkan kesejahteraan keuangan masyarakat. Beban pengeluaran masyarakat terlalu besar jika dibandingkan dengan pendapatan, akibatnya pinjaman online dianggap sebagai solusi
    • Pemerintah secara tidak langsung dianggap memberikan angin segar demi kelahiran pinjaman online. Hal ini bisa dilihat dari lahirnya pinjaman online legal. Meski sebenarnya tidak masalah dari segi hukum, namun kelahiran fintech legal juga menjadi awal mula lahirnya pinjaman online ilegal.
    • Pemerintah juga dianggap kurang tegas menyelesaikan masalah jerat pinjaman online, termasuk kala berkaitan dengan pemerasan, teror, dan lain sebagainya. Masalah seolah dianggap ada setelah Presiden Joko Widodo memberikan perintah langsung kepada Kapolri.

Pihak Terdampak Jerat Pinjaman Online

Dalam hal ini, sebenarnya masyarakat bukan satu-satunya pihak yang terdampak jerat pinjaman online. Masyarakat memang secara langsung dan paling signifikan menderita dampak dari pinjaman online. Namun di sisi lain, masalah pinjaman online ini juga merambat pada pemerintah, aparat penegak hukum, lembaga keuangan, hingga regulator itu sendiri. Munculnya masalah pinjaman online, misalnya, bisa dianggap sebagai kelalaian pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat, baik dalam hal risiko keuangan maupun teror yang dilakukan dari pelaku pinjaman online.

Sementara dari aparat penegak hukum, masalah muncul ketika penegak hukum seolah jarang terdengar aktif melakukan penegakan dan pengawasan terhadap pinjaman online. Baru ketika ada pengaduan dari masyarakat yang berani mengadukan dan perintah dari Presiden, penindakan dilakukan. Padahal, besar kemungkinan ada begitu banyak masyarakat yang takut melakukan pengaduan karena khawatir akan mendapatkan teror lebih berbahaya. Sementara dari pihak lembaga keuangan dan regulator, masalah pinjol juga akan berdampak pada naiknya sentimen negatif pada lembaga keuangan. Masyarakat bisa jadi semakin enggan menempatkan uang mereka di lembaga keuangan serta menggunakan layanan keuangan lainnya. Alih-alih berhasil mencegah naiknya kredit macet, justru perbankan akan kesulitan mendapatkan setoran dana dari masyarakat.

Solusi Mengatasi Permasalahan Pinjaman Online

Penegakan hukum melalui penindakan oleh aparat dan melahirkan peraturan terkait menjadi dua solusi utama untuk mengatasi permasalahan pinjaman online. Penindakan dan pengawasan secara tegas harus dilakukan oleh aparat untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat agar tidak mengalami teror dari oknum pinjaman online. Sementara peraturan diperlukan dari segi hukum untuk tidak memberikan ruang bagi pelaku pinjaman online untuk hadir dan mengancam masyarakat. Dalam semangat kebersamaan, tentu kehadiran pihak pemberi pinjaman baik online maupun offline memang patut diapresiasi. Namun ketika semangat baik tersebut justru dikaburkan dengan aksi teror dan upaya mencekik masyarat dari aspek keuangan, tentu pemerintah harus bertindak tegas. Secara bersamaan, pihak masyarakat juga harus ditingkatkan literasi keuangannya agar tidak percaya pada pinjaman online. Pihak perbankan dan regulator terkait pun seyogianya berniat memperluas akses pinjaman dengan cara mudah kepada masyarakat agar jerat pinjaman online dapat teratasi.